Amalkan Ilmu mu dan Beri Teladan Orang dengan Amalan mu

Bismillah...



Sebagian orang boleh jadi merasa telah banyak merengkuh dan meneguk tetesan dari luapan ilmu.

Akan tetapi ingatkah orang tersebut bahwa ilmu itu bukanlah untuk membuat orang gundah? Apakah dia ingat bahwa ilmu itu seharusnya mendatangkan manfaat? Dan apakah dia ingat bahwa ilmu bukan sekedar ditumpuk akan tetapi ilmu itu harus diamalkan?

Ketika ilmu itu menjadikan dan membawa pemiliknya untuk menciptakan ketenangan, kedamaian, dan ketentraman maka itulah ilmu yang bermanfaat dan itulah ilmu yang akan menjadi nasehat. Karena nasehat itu membawa kebaikan. Ketika ilmu itu menjadikan dan membawa pemiliknya mengamalkan ilmu itu maka itulah ilmu yang bermanfaat dan pemiliknya telah mendapat taufiq dari Allah تعالى.

Begitu pentingnya ilmu yang bermanfaat maka di sana Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajarkan sebuah do’a yang sangat amat agung;
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ

“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.”

Datang dari hadits Jabir رضي الله عنه dan Al-Albany berkata: hasan shahih sebagaimana dalam Ash-Shahihah (1/15).

Para ulama mengingatkan dan selalu menyebutkan dalam kitab-kitab mereka yang terkait dengan adab thalibul ilm bahwa salah satu dari adabnya adalah:

Mengamalkan Ilmunya

Mengamalkan ilmu adalah sifatnya para rabbaniyyin dan rasikhin.

Asy-Syaikh Muhammad Al-Hamd حفظه الله berkata dalam kitab “An-Nubadz Fii Adaab Thalabil Ilm” hal. 39-42:

Firman Allah تعالى;
وَلَكِن كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ

“Dan akan tetapi jadilah kalian rabbaniyyin.”

Al-Ashmu’iy dan Al-Isma’ily رحمهما الله berkata: “Ar-Rabbany adalah penisbahan kepada Ar-Rabb, yaitu orang yang mengejar apa yang diperintahkan Ar-Rabb (Allah), dengan mengejar ilmu dan amal.”

Tsa’lab رحمه الله berkata: “Para ulama disebut rabbaniyyun karena mereka memelihara ilmu artinya mereka mengamalkan ilmu tersebut.”

Ibnul ‘Araby رحمه الله berkata: “Tidaklah seorang pemilik ilmu dikatakan rabbany sampai dia menjadi seorang ‘alim, yang mengajarkan ilmunya dan mengamalkan ilmunya.”

Dan Allah تعالى berfirman;
وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ

“Dan orang-orang yang rasikh dalam ilmu.”

Ibnu Wahb رحمه الله berkata: Malik رحمه الله: “Ar-Rasikh adalah orang yang ‘alim yang mengamalkan ilmunya, jika dia tidak mengamalkan ilmunya maka dialah orang yang disebut padanya: “Kami berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.”

Termasuk perkara yang mengagumkan adalah apa yang teriwayatkan dalam Shahih Muslim, yaitu sebuah urutan sanad yang terantai dengan pengamalan apa yang mereka riwayatkan;

Imam Muslim berkata: Muhammad bin Abdillah bin Numair mengabarkan: Abu Khalid mengabarkan dari Dawud Abi Hind dari An-Nu’man bin Salim dari ‘Amr bin Aus berkata: Anbasah bin Abi Sufyan mengabarkan padaku pada saat sakitnya yang dia meninggal padanya dengan sebuah hadits membangkitkan kegembiraan padanya, dia berkata: Aku mendenga Ummu Habibah رضي الله عنها berkata: Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa shalat (sunnah) dua belas raka’at dalam sehari semalam akan dibangunkan baginya karena shalat itu sebuah rumah di surga.”

Ummu Habibah رضي الله عنها berkata: “Tidaklah aku meninggalkan shalat itu semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.” ‘Anbasah berkata: “Tidaklah aku meninggalkan shalat itu semenjak aku mendengarnya dari Ummi Habibah.” ‘Amr bin Aus berkata: “”Tidaklah aku meninggalkan shalat itu semenjak aku mendengarnya dari ‘Anbasah.” Dan An-Nu’man bin Salim berkata: “Tidaklah aku meninggalkan shalat itu semenjak aku mendengarnya dari ‘Amr bin Aus.”

Fuqaha’ adalah orang yang mengamalkan ilmunya, hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah dari Abu Al-Jabiyah Al-Fara’ bahwa Asy-Sya’by berkata: “Kita bukanlah fuqaha’, akan tetapi kita mendengar hadits maka kita meriwayatkannya. Fuqaha’ adalah jika dia mendapatkan ilmu maka dia mengamalkannya.”

Ilmu akan terjaga pada kita dengan kita mengamalkannya, hal ini sebagaimana dikatakan oleh Waqi’ رحمه الله: “Kami menjaga hadits (yang kami hafal) dengan mengamalkannya.”

Ilmu itu bukan untuk ditumpuk lalu ditinggalkan, akan tetapi ilmu itu untuk diamalkan. Hal ini sebagaimana kata Al-Khathib Al-Baghdady رحمه الله: “Ilmu itu tujuannya untuk diamalkan, dan amalan itu tujuannya untuk cari keselamatan. Jika ilmu itu tidak diamalkan maka ilmu itu akan menjadi sesuatu yang menyuramkan pemiliknya. Kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang menjadi sesuatu yang menyuramkan, yang mewariskan kehinaan dan menjadi belenggu di leher pemiliknya.”

Pemilik ilmu yang tidak mengamalkan ilmunya sama seperti yahudi dan terancam adzab yang pedih sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits dan juga sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله: “Orang yang paling berat adzabnya pada hari kiamat adalah seorang pemilik ilmu yang tidak diberi manfaat oleh Allah dengan mengamalkannya. Maka dosanya seperti dosanya orang yahudi.”

Abu Zakaria bin An-Nuhas Ad-Dimasyqy رحمه الله berkata: “Seorang pemilik ilmu jika perbuatannya itu menyelisihi ilmunya, dan perbuatannya mendustakan ucapannya, jadilah ia dibenci di bumi dan di langit, jadilah ia menyesatkan orang yang ingin mencontoh dengannya. Jika dia memerintahkan perkara yang dia sendiri tidak mengamalkannya maka pendengaran akan memuntahkan ucapan orang itu, dan dia sedikit wibawanya di mata manusia, dan dia akan kehilangan kedudukan di kalbu (haati) manusia. Sebagaimana kata Malik bin Dinar رحمه الله: “Sesungguhnya seorang pemilik ilmu jika tiak beramal dengan ilmunya, wejangannya tidak akan mempan untuk kalbu (hati) sebagaimana tetesan air akan meleset dari batu yang licin.”

Maka hal ini juga sekaligus peringatan keras bagi para du’at yang selalu mengajak manusia dalam kebaikan namun dia melupakan dirinya sehingga dia menyelisihi manusia, atau orang yang suka melarang manusia dari kejahatan sementara dia sendiri melakukannya. Ingatlah di sana Allah تعالى berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ * كَبُرَ مَقْتاً عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Demikian besar kemurkaan di sisi Allah jika kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan.”

Dan Allah تعالى berfirman;
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ

“Apakah kalian memerintahkan manusia dengan kebaikan dan kalian melupakan diri-diri kalian padahal kalian membaca Al-Kitab? Tidakkah kalian berakal?”

Dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda dalam hadits Anas yang dishahihkan oleh Al-Albany;
أَتَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى قَوْمٍ تُقْرَضُ شِفَاهُهُمْ بِمَقَارِيضَ مِنْ نَارٍ، كُلَّمَا قُرِضَتْ وَفَتْ، فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيلُ، مَنْ هَؤُلَاءِ ؟ قَالَ: خُطَبَاءٌ من أُمَّتِكَ الَّذِينَ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ، وَيَقْرَءُونَ كِتَابَ اللهِ وَلَا يَعْمَلُونَ

“Aku datang pada malam aku di isra’kan kepada suatu kaum bibir-bibir mereka dipotong dengan gunting dari api neraka, setiap kali dipotong sempurna lagi. Maka aku berkata:”Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Dia berkata: “Mereka adalah tukang khutbah dari kalangan umatmu, yang mana mereka berkata sesuatu yang tidak mereka amalkan, mereka membaca kitabullah tapi tidak mengamalkannya.”

Maka sifat seorang pengajar adalah menjadi contoh bagi manusia dengan tindakan dan amalannya bukan dengan ucapannya, berdakwah kepada manusia dengan amalannya dan akhlaqnya sebelum berdakwah dengan pelajaran dan khutbahnya.

Abu Ad-Darda’ رضي الله عنه berkata: “Kecelakaan bagi orang yang tidak tahu.” Satu kali ucapan. “Dan kecelakaan bagi orang yang tahu ilmu kemudian tidak mengamalkan ilmunya.” Diucapkan tujuh kali.

Sufyan bin ‘Uyainah رحمه الله berkata: “Seorang ‘alim itu bukanlah yang hanya mengetahui yang baik dan yang buruk. Seorang ‘alim adalah yang mengetahui kebaikan kemudian mengikutinya dan mengetahui kejelekan kemudian menjauhinya.”

Seorang penyair mengatakan:

Wahai orang yang mengajari orang lain

Tidakkah engkau mengajari dirimu?

Mulailah dengan dirimu, laranglah dirimu dari kejelekannya

Jika engkau telah melaksanakannya, maka engkau orang yang bijak

Janganlah engkau melarang seseorang padahal engkau melakukannya

Sungguh besar aibnya jika engkau berbuat demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar